Rabu, 19 November 2014

Mengatasi Kebiasaan Memasukan Benda ke dalam Mulut

Tulisan ini merupakan pindahan dari blog saya yang satunya lagi, yang saya hapus supaya bisa fokua di blog ini :)
Ditulis di tahuh 2012 berdasarkan pengalaman pribadi dengan anak pertama..
-----------------------------------------

Hi Bunda...
Punya pengalaman si kecil suka mengambil apa pun yang ada di lantai dan lantas memasukannya ke dalam mulut?
Kalau Iya,berarti sama donk dengan pengalaman saya...

Menanggapi hal tersebut, sikap Bunda gimana?
Apa melarangnya?
Memarahinya?
atau langsung mengambil barang tersebut?

Mau bagi pengalaman aja sedikit mengenai si kecil yang suka memasukan semua benda yang dia ambil dari lantai ke dalam mulut.Dulu waktu si kecil baru bisa merangkak, dia suka banget tuh mengeksplor semua bagian di rumah.
Sampai setiap menemukan benda di lantai dia ambil dan dimasukannya deh ke dalam mulut. Padahal uda makan. Kan kata orang si kecil bisa begitu, ada kemungkinan karena laper..
Lha orang baru makan, tetep aja pas dia nemu ada benda, langsung deh dimasukin ke mulut ^_^ 

Trus apa yang saya lakukan?
Setiap dia ambil benda dari lantai, langsung deh ditanya, " Eh, ambil apa itu? Sini kasih mommy" dan kalau dia uda kasih langsung dijawab, "Terima Kasih".
Hal ini saya lakuan terus menerus setiap saya lihat dia mengambil benda dari lantai.

Suatu kali, tiba2 dia menghampiri saya sambil menggumamkan sesuatu (maklum belum bisa ngomong) dan memperlihatkan tangannya ke arah saya.
Ternyata dia mau kasih tau kalau dia menemukan benda di lantai dan mau memberikannya ke saya.
Duh senang banget deh..
Ternyata apa yang saya lakukan selama itu terekam sama dia dan tanpa diminta pun dia otomatis memberikan benda yang dia temukan di lantai ke saya.

Sejak itu si kecil ga pernah lagi memasukan benda-benda yang dia temukan ke mulut.
Bunda mau coba mempraktekannya?
Silakan...
Mudah-mudahan berhasil juga untuk menghilangkan kebiasan si kecil ini...

Salam Hangat...

Kamis, 06 November 2014

Ketika Aku harus Bertemu yang Namanya Breastfeeding Jaundice

Sebelumnya tak pernah sekali pun mendengar istilah breastfeeding jaundice, sampai aku dan baby ku mengalaminya.

Tiga hari setelah melahirkan, aku dan baby ku sudah boleh pulang dari RS. Senang banget rasanya, di rumah bakalan ramai lagi dengan tangisan baby. Ditambah ke-optimisan-ku untuk kasih ASI Eksklusif untuk anak kedua ku. Mental sudah disiapkan biar ga terpengaruh oleh omongan orang lain yang bikin down, yang bisa bikin asi mandek seperti waktu anak pertamaku lahir. Ditambah di hari ke 2 asiku mulai ada, diriku begitu percaya diri bisa memberikan asi untuk babyku.

Seperti para mommy pada umumnya, kesulitan menemukan posisi yang pas pun aku alami. Hari pertama di rumah babyku nempel terus, kebanyakan di gendonganku. Begitu pula hari kedua.
Hari ketiga suamiku sempat menanyakan mengenai babyku yang kelihatannya lebih kuning dari sebelumnya. Tapi kutepis dengan perkataan belum berumur seminggu wajar.
Di hari itu, babyku tidur lebih lama. Bisa sampai 4jam baru bangun menyusu. Aku berpikir babyku sudah kenyang jadi tidurnya lebih lama.

Keesokan harinya, jadwal kontrol ke dokter dan seperti disambar geledek betapa terkejutnya diriku. Ditimbang babyku turun drastis hingga lebih dari 20% berat lahirnya. Bidan yang membantu dokter pun bilang kuningnya tinggi.
Aku ditanya babynya nyusu ga, aku jawab nyusu karena aku ngerasain kalau ga disusui payudaraku kencang dan akan jadi lembek jika selesai menyusu.
Salahnya diriku ga pernah coba pompa, karena aku ga mau babyku bingung puting.

Bidan bantu kelitik kaki babyku dan responnya sudah malas, sampai harus dipencet kakinya baru bereaksi. Saat itu juga tangisku meledak.
Kepercayaandiriku bahwa asiku banyak dan cukup untuk babyku hilang sudah. Aku cuma bisa nangis, menyalahkan diri sendiri yang sampai ga memperhatikan perubahan babyku, meraung-raung memohon pada Yang Maha Kuasa supaya tidak mengambil babyku.

Hari itu juga, babyku harus di rawat inap di ruang NSPC, satu tingkat dibawah NICU (ICU untuk baby) dengan diagnosa dehidrasi dan hiperbiliubin. Bilirubinnya mencapai angka 18.
Betapa sedih dan tak tega melihat babyku yang baru berumur seminggu harus ditusuk jarum infus. Tak sanggup aku melihatnya.

Sempat kutanyakan kepada perawat, apa ada hubungannya dengan perbedaan golongan darah. Karena golongan darahku B+, sedangkan babyku O-.
Perawat menjelaskan memang jika ibu dan baby beda golongan darah, perlu ada penyesuaian di tubuh baby, tetapi itu hanya di minggu-minggu awal.
Ahhh, kalau saja kutau dari awal, mungkin aku tak akan memaksakan untuk asi eksklusif, menolak semua saran termasuk orangtuaku untuk memberikan tambahan sambil menunggu asiku banyak.
Penyesalan memang datang terlambat.

Dengan perasaan tak menentu, aku mencoba untuk memompa asi ku agar bisa diberikan ke babyku. Entah karena aku down banget, atau memang asiku belum banyak, hanya berhasil mendapatkan 10ml.
Saat itu juga , dengan terpaksa, aku merelakan susu formuka dikonsumsi babyku. Gagal sudah keinginanku untuk bisa asix. Tetapi demi kesehatan babyku, aku harus bisa menerimanya.

Dua hari babyku harus disinar dan tambahan 2 hari lagi untuk memulihkan tenaganya, karena ternyata akibat dehidrasi babyku kehilangan daya isap dan telannya. Setiap susu yang disuapkan, lebih banyak yang keluar dibanding yang ditelan.
Tergenang lagi air mata melihatnya. Ku saksikan dengan mata kepalaku sendiri, betapa susahnya anakku minum susu.
Kupeluk dia dan kuajak bicara "dede mommy disini, dede cepat bisa ya minum susunya. Dede pintar. Kita pulang yuk, biar bisa bobo bareng. Disini mommy ga bisa nemenin dede bobo. Mommy sayang dede"
Tak lupa pula kuberdoa memohon kepada Tuhan agar memulihkan babyku.

Setelahnya, ku taruh babyku ke boxnya, sambil mengucapkan "dede bobo ya, nanti mimi susu lagi yang pinter ya sama suster. Mommy pulang dulu ya nak. Besok kemari lagi temani dede" .
Lalu sambil menahan air mata, aku pergi ke ruang pompa asi, sementara suamiku tetap menunggu di ruang babyku.

Sekembalinya dari ruang pompa asi, suamiku cerita, setelah aku pergi, babyku bangun dan menangis. Suster pun membuatkan susu lagi dan kali ini babyku sudah mulai bisa minum susunya. Sudah lebih banyak yang diminum. Suster pun tak menyangka.
Mendengar itu aku baru teringat, babyku tak hanya butuh minum susu, tapi juga perlu kehadiranku di dekatnya. Perlu pelukan dan ciumanku. Bonding sangat diperlukan.

Saat itu juga aku bertekad untuk lebih banyak menghabiskan waktu dekat babyku. Walau banyak yang melarang karena aku harus banyak istirahat setelah melahirkan secara caesar, tapi kuyakin  dengan kehadiranku babyku bisa cepat pulih. Dan benar, keesokan harinya babyku sudah pintat menyusu dan diperbolehkan pulang dari RS.

Sejak itu aku berjanji pada diriku sendiri, untuk tidak over percaya diri dan harus lebih memperhatikan babyku.
Sekarang babyku sudah berumur 6 bulan, tumbuh dengan sehat.

Suatu pengalaman yang beharga.
Semoga para mommy yang lain tidak ada yang mengalami hal yang sama seperti yang ku alami ini.